Genre : Horror
Hari ini aku dan Arin mengunjungi rumah neneknya Arin. Kami berjalan menelusuri jalan komplek yang sangat sepi, tidak ada kendaraan umum yang lewat di daerah itu. Jaraknya cukup lumayan, lumayan membuat kaki ku pegal.
“Nah ini, yang pagar coklat.” ucap Arin
“Oh jadi disini rumah nenek mu.”
“Ayo masuk.” ucapnya seraya membuka pagar coklat setinggi dada orang dewasa. Tanpa memencet bel, tanpa mengucap salam, Arin membuka pagar yang tidak di kunci itu. Nampaknya dia sudah sering betul kesini sehingga sudah menganggapnya seperti rumah sendiri.
Kami memasuki rumahnya yang bernuansa adat jawa. Kami sampai di ruang tengahnya, di sana neneknya berada, sedang duduk di sofa tua sambil menonoton tv.
“Tapi aneh, dia gak masuk.” ujar Arin.
“Hah?” respon ku bingung.
“Jin itu gak ikut kita masuk ke rumah.” ujarnya lagi. “Nek, apa kabar?” ucap Arin pada neneknya dengan volume suara yang agak dibesarkan, mungkin karena pendengaran neneknya yang sudah tua. Arin menghampirinya dan mencium tangan nenenknya. Aku pun mengikuti.
“Baiiik.” jawabnya singkat.
Lalu Arin duduk di samping nenek. Aku pun ikut duduk di sofa satunya lagi.
“Jadi dia berhenti di pagar depan rumah?” ucap sang nenek. Lalu Arin mengintip ke arah luar melalui jendela yang ada di belakang tempat ia duduk.
“Ah! Benar.” ujar Arin.
Nenek melihat ke arahku. Aku balas dengan senyuman.
“Kalung itu.” kata nenek.
“Ah itu. Aku meminjamkannya. Tapi aneh, kalung itu gak berfungsi mengusir mereka, Nek.” jelas Arin.
“Mantra di kalung itu sudah rusak, seperti saat berpindah kepemilikan. Mantranya menolak pemilik yang baru.” jelas sang nenek.
“Oh begitu rupanya.” ucapku singkat.
“Tapi kenapa bisa begitu, Nek?” tanya Arin.
“Setiap benda bermantra memiliki pikarannya sendiri.” ucap nenek. “Kalau begitu kalian pulang sajalah. Tidak ada yang bisa nenek lakukan jika jin nya tidak mau masuk ke dalam. Sia-sia botol bermantra yang nenek sudah siapkan.”
“Oh, nenek sudah menyiapkan botol untuk mengurung mereka.” ucap Arin.
“Oh! Jadi hal seperti itu benar-benar bisa di lakukan? Aku pikir hanya di film-film saja.” ucap ku
“Hahaha teman kau ini lucu Rin.” ujar nenek sambil tertawa kecil. “Kalau begini, biar nanti nenek yang datang ke rumah mu.” ucapnya padaku.
Hari ini aku dan Arin mengunjungi rumah neneknya Arin. Kami berjalan menelusuri jalan komplek yang sangat sepi, tidak ada kendaraan umum yang lewat di daerah itu. Jaraknya cukup lumayan, lumayan membuat kaki ku pegal.
“Nah ini, yang pagar coklat.” ucap Arin
“Oh jadi disini rumah nenek mu.”
“Ayo masuk.” ucapnya seraya membuka pagar coklat setinggi dada orang dewasa. Tanpa memencet bel, tanpa mengucap salam, Arin membuka pagar yang tidak di kunci itu. Nampaknya dia sudah sering betul kesini sehingga sudah menganggapnya seperti rumah sendiri.
Kami memasuki rumahnya yang bernuansa adat jawa. Kami sampai di ruang tengahnya, di sana neneknya berada, sedang duduk di sofa tua sambil menonoton tv.
“Tapi aneh, dia gak masuk.” ujar Arin.
“Hah?” respon ku bingung.
“Jin itu gak ikut kita masuk ke rumah.” ujarnya lagi. “Nek, apa kabar?” ucap Arin pada neneknya dengan volume suara yang agak dibesarkan, mungkin karena pendengaran neneknya yang sudah tua. Arin menghampirinya dan mencium tangan nenenknya. Aku pun mengikuti.
“Baiiik.” jawabnya singkat.
Lalu Arin duduk di samping nenek. Aku pun ikut duduk di sofa satunya lagi.
“Jadi dia berhenti di pagar depan rumah?” ucap sang nenek. Lalu Arin mengintip ke arah luar melalui jendela yang ada di belakang tempat ia duduk.
“Ah! Benar.” ujar Arin.
Nenek melihat ke arahku. Aku balas dengan senyuman.
“Kalung itu.” kata nenek.
“Ah itu. Aku meminjamkannya. Tapi aneh, kalung itu gak berfungsi mengusir mereka, Nek.” jelas Arin.
“Mantra di kalung itu sudah rusak, seperti saat berpindah kepemilikan. Mantranya menolak pemilik yang baru.” jelas sang nenek.
“Oh begitu rupanya.” ucapku singkat.
“Tapi kenapa bisa begitu, Nek?” tanya Arin.
“Setiap benda bermantra memiliki pikarannya sendiri.” ucap nenek. “Kalau begitu kalian pulang sajalah. Tidak ada yang bisa nenek lakukan jika jin nya tidak mau masuk ke dalam. Sia-sia botol bermantra yang nenek sudah siapkan.”
“Oh, nenek sudah menyiapkan botol untuk mengurung mereka.” ucap Arin.
“Oh! Jadi hal seperti itu benar-benar bisa di lakukan? Aku pikir hanya di film-film saja.” ucap ku
“Hahaha teman kau ini lucu Rin.” ujar nenek sambil tertawa kecil. “Kalau begini, biar nanti nenek yang datang ke rumah mu.” ucapnya padaku.
“Jadi sampai
kapan kau akan terus mengikuti perempuan itu?!” ujar Soyu. Mereka bercengkrama
saat menunggu ku keluar dari rumah sang nenek.
“Sampai ia yang mau mengikuti ku.” jawab Riyong. “Aku akan membuatnya menyukai ku dan pada akhirnya aku akan membawanya ke dunia kita.”
“Kau tau jika melakukan hal itu kau akan mendapat hukuman. Kau bisa dikutuk menjadi setan selama 100 tahun. Kau tau itu.” jelas Soyu.
“Kalau begitu jangan biarkan ada yang mengetahuinya selain kau dan aku.” jawabnya.
“Hufft. Lelah aku menasehatimu. Dengar, selama ribuan tahun tidak ada kaum jin yang melanggar hukum itu, tidak ada yang membawa bangsa manusia ke dunia jin dan merubahnya menjadi jin. Jadi kemungkinan kau bisa membawa dan merubah perempuan itu, sangat amat kecil.” jelas Soyu lagi.
“Aku bisa. Lihat saja, ini akan jadi sejarah di dunia jin. Haha.” ucap Riyong. “Terima kasih sudah menasehati ku sepanjang aku mengikuti Duma. Aku tahu kau sahabat ku, tapi aku tidak akan merubah niatku.”
“Riyong. Dengarkan aku, sebagai sahabat aku mohon padamu untuk memikirkan lagi niatmu itu.”
“Dengar. Soyu, selama jutaan tahun aku ada di bumi ini, baru dia lah yang dapat membuat hatiku berdebar kencang. Aku tidak ingin jauh darinya.”
“Sampai ia yang mau mengikuti ku.” jawab Riyong. “Aku akan membuatnya menyukai ku dan pada akhirnya aku akan membawanya ke dunia kita.”
“Kau tau jika melakukan hal itu kau akan mendapat hukuman. Kau bisa dikutuk menjadi setan selama 100 tahun. Kau tau itu.” jelas Soyu.
“Kalau begitu jangan biarkan ada yang mengetahuinya selain kau dan aku.” jawabnya.
“Hufft. Lelah aku menasehatimu. Dengar, selama ribuan tahun tidak ada kaum jin yang melanggar hukum itu, tidak ada yang membawa bangsa manusia ke dunia jin dan merubahnya menjadi jin. Jadi kemungkinan kau bisa membawa dan merubah perempuan itu, sangat amat kecil.” jelas Soyu lagi.
“Aku bisa. Lihat saja, ini akan jadi sejarah di dunia jin. Haha.” ucap Riyong. “Terima kasih sudah menasehati ku sepanjang aku mengikuti Duma. Aku tahu kau sahabat ku, tapi aku tidak akan merubah niatku.”
“Riyong. Dengarkan aku, sebagai sahabat aku mohon padamu untuk memikirkan lagi niatmu itu.”
“Dengar. Soyu, selama jutaan tahun aku ada di bumi ini, baru dia lah yang dapat membuat hatiku berdebar kencang. Aku tidak ingin jauh darinya.”
Keesokan
harinya, di kamar, aku baru saja bangun tidur. Ini sangat siang, maklum masih
dalam suasana liburan, jadi bangun siang tidak ada salahnya. Aku mandi,
rapi-rapi dan juga merapikan kamar. Lalu saat aku merapikan tempat tidur ku,
aku merasa ada yang memperhatikan ku dari belakang. Aku menoleh. Benar, mahluk
itu mewujudkan dirinya di hadapan ku. Di pojok kamar ia berdiri tegap sambil
tersenyum kecil.
“Ak. Siapa kamu?” ucap ku gugup karena kaget.
Mahluk itu hanya diam dan tetap tersenyum ke arah ku.
“Jawab! Kamu siapa?!” ucapku lagi sambil sedikit teriak. Lalu tiba-tib angin besar masuk dari jendela kamarku, gorden kamarku melambai-lambai tinggi. Pintu kamarku tertutup terhempas keras. ‘Brak’ suara pintu tertutup mengagetkanku.
Aku menoleh ke arah pintu yang ada di belakang ku. Aku takut. Lalu aku kembali menoleh ke depan. Dan mahluk bermata hijau dan berjubah hijau itu sudah menghilang.
“Ak. Siapa kamu?” ucap ku gugup karena kaget.
Mahluk itu hanya diam dan tetap tersenyum ke arah ku.
“Jawab! Kamu siapa?!” ucapku lagi sambil sedikit teriak. Lalu tiba-tib angin besar masuk dari jendela kamarku, gorden kamarku melambai-lambai tinggi. Pintu kamarku tertutup terhempas keras. ‘Brak’ suara pintu tertutup mengagetkanku.
Aku menoleh ke arah pintu yang ada di belakang ku. Aku takut. Lalu aku kembali menoleh ke depan. Dan mahluk bermata hijau dan berjubah hijau itu sudah menghilang.
Siang ini aku mengunjungi rumah Nana hanya untuk bermain mengisi
waktu liburan, sekalian juga menghilangkan rasa shock ku tentang kejadian di
kamar tadi. Selama bermain dengan Nana aku tidak menceritakan apapun tentang
jin itu. Aku tidak ingin membahasnya, itu hanya membuatku semakin takut.
Sebelum matahari tenggelam aku sudah pamit dari rumah Nana. Dan
berjalan pulang menuju rumah. Rumah ku dan Rumah Nana tidak begitu jauh,
mungkin hanya berjarak sekitar 200 meter. Jadi aku biasa berjalan kaki jika
pulang dari rumahnya atau pun saat menuju rumahnya.
Mungkin benar yang dikatakan Arin. Indera keenam ku mulai sedikit
peka karena selalu dibuntuti oleh dua mahluk halus. Di perjalanan pulang aku
merasa ada yang mengikuti langkahku. Aku berhenti melangkah dan menoleh. Benar
saja mahluk itu muncul lagi. suasana jalanan sebenarnya ramai, tapi aku rasa
hanya aku seorang yang dapat melihat sosoknya. Nafas ku tertahan. Aku kaget.
Tapi kali ini tidak seterkejut seperti saat di kamar tadi. Wajahnya tersenyum.
Senyum yang sama seperti saat ia muncul di kamar. Tapi lalu ia menghilang lagi,
hanya sekelebat mata ia muncul. Aku merasa ia ingin membiasakan diriku dengan
keberadaannya di sekeliling ku, maka itu ia melakukan hal semacam ini padaku.
Suara petir
membangunkan tidurku. Aku membuka mata. Nampaknya di luar sedang hujan deras.
Nenek Arin bilang kalau dia dan Arin akan ke rumah ku hari rabu, itu masih
lusa. Tapi kenapa meraka berdua ada di kamarku? Aku menatap mereka bingung.
Pintu kamar ku terbuka. Ayah dan Ibu juga ada di kamar, di ambang pintu. Aku
bangkit dan duduk. Aku bingung. Aku melihat ke sekeliling kamarku.
“Ada apa?” tanya ku.
Ibu berlari kecil ke arah ku dan memeluk ku. “Syukurlah nak” ucapnya.
“Ada apa, Bu?” tanya ku lagi.
“Nenek ku punya firasat kau akan dibawa oleh jin itu malam ini. Jadi kami buru-buru ke sini dan benar saja.” jelas Arin.
“Huh?” responku.
“Tapi kamu gak usah khawatir, nenek sudah mengurung jin yang ingin memawa arwah mu.” jelasnya lagi
“Ibu tadi sangat takut, Duma. Kedua jin itu memunculkan wujudnya kepada kami semua. Dan mereka mencoba lari dari neneknya Arin. Ibu sangat takut melihatnya.”
“Tenang, Bu. Sekarang sudah tidak apa-apa.” ucap sang nenek.
“Huuuh.” aku menghela nafas tanda lega. “Baguslah kalau begitu. Terima kasuh, Nek.”
“Ada apa?” tanya ku.
Ibu berlari kecil ke arah ku dan memeluk ku. “Syukurlah nak” ucapnya.
“Ada apa, Bu?” tanya ku lagi.
“Nenek ku punya firasat kau akan dibawa oleh jin itu malam ini. Jadi kami buru-buru ke sini dan benar saja.” jelas Arin.
“Huh?” responku.
“Tapi kamu gak usah khawatir, nenek sudah mengurung jin yang ingin memawa arwah mu.” jelasnya lagi
“Ibu tadi sangat takut, Duma. Kedua jin itu memunculkan wujudnya kepada kami semua. Dan mereka mencoba lari dari neneknya Arin. Ibu sangat takut melihatnya.”
“Tenang, Bu. Sekarang sudah tidak apa-apa.” ucap sang nenek.
“Huuuh.” aku menghela nafas tanda lega. “Baguslah kalau begitu. Terima kasuh, Nek.”
Dan begitulah, akhirnya aku bisa menjalani hari-hariku dengan
normal lagi tanpa diikuti siapa pun. Mungkin aku tidak akan pernah kemping di
gunung lagi. Secara tidak langsung kejadian ini membuat trauma tersendiri untuk
ku.
Libur semester segera berakhir. Hari ini, akhir pekan terakhir
sebelum di mulai lagi perkuliahan ku. Aku, Nana dan Siel janjian bermian sepeda
pagi ini mengitari monas. Kami bertiga asik menggoes sepeda sewaan, pagi masih
gelap, udara dingin khas subuh membelai kulit ku. Lalu tiba-tiba aku melihat
sosok jin mata hijau berjubah hijau itu lagi di pinggir taman yang kami lewati
saat bersepeda. Ia menatapku dalam sambil tersenyum. Aku balas menatapnya.
Setengah bingung dan setengah takut.
Dan belakangan baru ku ketahui kalau Neneknya Arin hanya mengurung
Soyu, bukannya Riyong. karena Nenek Arin mengira Soyu lah jin yang berniat
jahat padaku, bukan Riyong. Neneknya Arin bilang kalau ia melihat jin berjubah
putih lah yang menarik arwah ku saat aku tidur. Padahal sebenarnya yang terjadi
adalah saat Riyong menarik arwah ku dan berniat membawa arwah ku ke negeri jin,
Soyu menghalanginya dengan merebut arwah ku dari genggaman Riyong dan berniat
mengemabalikannya ke tubuh ku. Tapi saat Soyu ingin mengembalikan arwah ku,
saat itulah Arin dan Neneknya datang ke kamar ku, dan mengira Soyu lah yang
berniat jahat padaku. Riyong memang muncul di kamar ku sebentar, awalnya dengan
niat mengambil arwahku kembali tapi karena perlawanan dari Neneknya Arin cukup
kuat, sehingga Riyong cepat-cepat melarikan diri. Dan Soyu lah yang terkurung
di dalam botol. Dan sekarang, Riyong terus hadir dalam hari-hari ku. Aku tidak
tahu sampai kapan. Mungkin selamanya, atau mungkin juga sampai ia berhasil
mengajaku ku ke dunia nya.
{Selesai}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar