Perasaan hangat saat merasakan rasa istimewa, melambungkan angan-anganku sejauh-jauhnya hingga tak terjamah lagi oleh mata manusia manapun. Keberanian menyeruak dari hati yang terdalam menepiskan rasa ragu atas perasaan yang tengah kurasakan kini. Sejenak aku mencoba singgah dan saat itu juga aku tak mau pergi lagi. Masih tetap singgah walau mungkin tak terlihat. Hanya bisa menepi dan bersembunyi di balik dinding yang bernamakan kerahasiaan. Sungguh aku tahu hal ini tak mudah, namun aku sudah terlanjur terbawa arus atas sosoknya yang indah di pandanganku. Aku merasakan kebahagiaan. Bahagia yang sederhana ketika merasakan rasa istimewa.
Tetapi terkadang ada perih yang kurasakan. Terkadang juga ada sedikit kebahagiaan yang kudapatkan. Tinggal bagaimana aku bisa memaknai dan sampai sejauh mana aku sanggup bertahan akan perasaan tak terbalas ini. Aku hanya manusia yang memiliki hati dan kebetulan merasakan rasa istimewa pada manusia yang juga memiliki hati. Bedanya denganku, manusia yang bernama Diraz tak memiliki rasa istimewa pada manusia yang bernama Mikha. Kini aku terdampar di tengah lautan hatinya. Aku tenggelam dalam lembah perasaanku. Tak akan ada yang bisa membawaku ke daratan karena besarnya ombak cinta yang tengah menggulungku. Tapi sungguh aku merasakan bahagia. Bahagia itu sederhana ketika kita jatuh cinta.
“Aduh, sakit!” keluhku
meringis saat kakiku bersenggolan dengan kursi di depanku.
Perlahan aku duduk dan memulai mengurut-urut kakiku yang terkena benturan kursi tadi. Gara-gara terpana melihat Diraz, kakiku merasakan nikmatnya bersentuhan dengan kursi. Pedih terasa di bagian kakiku, tapi aku merasa bahagia, masih bisa melihat Diraz hari ini.
“Nih kartu kuliahmu, Kha. Eh, kenapa kakimu diurut-urut seperti itu?” tanya Sonya mengamati tanganku yang menari-nari di atas kakiku.
Aku tersenyum menahan sakit, “Terbentur di kursi itu, Son.” kataku sambil menunjuk kursi di depanku.
“Kok bisa? Ada-ada saja kamu Mikha. Aku bantu mengurut kakimu ya.”
Perlahan aku duduk dan memulai mengurut-urut kakiku yang terkena benturan kursi tadi. Gara-gara terpana melihat Diraz, kakiku merasakan nikmatnya bersentuhan dengan kursi. Pedih terasa di bagian kakiku, tapi aku merasa bahagia, masih bisa melihat Diraz hari ini.
“Nih kartu kuliahmu, Kha. Eh, kenapa kakimu diurut-urut seperti itu?” tanya Sonya mengamati tanganku yang menari-nari di atas kakiku.
Aku tersenyum menahan sakit, “Terbentur di kursi itu, Son.” kataku sambil menunjuk kursi di depanku.
“Kok bisa? Ada-ada saja kamu Mikha. Aku bantu mengurut kakimu ya.”
Beberapa menit kemudian
setelah aku merasa kaki ini sudah cukup baikan, kami melangkah keluar ruangan
dan menuju ke kantin untuk mengisi perut yang berontak meminta asupan energi.
Lagi-lagi, sosok Diraz lewat di hadapanku. Kali ini aku berusaha untuk tidak
tersandung kursi atau hal lain yang dapat menimbulkan kerugian pada anggota
tubuhku. Sedikit gugup aku mencoba tenang membawa mangkuk yang berisi bakso
favoritku ke salah satu meja yang telah ditempati Sonya. Begitu tampak
kebencian di wajah Diraz saat dia tak sengaja menoleh ke arahku tadi. Aku tak
tahu harus bagaimana, mau minta maaf tapi aku takut malah akan membuatnya marah
***
Hal
rutin yang aku lakukan setiap pukul delapan malam adalah online lalu log in ke
akun facebook. Kemudian membuka profil facebook Diraz. Hanya dengan
melihat-lihatnya aku merasakan bahagia. Walau hampir setiap hari ketemu dan
melihat Diraz karena kami selalu satu ruangan saat kuliah, aku tak pernah bosan
mengamati facebook-nya sekedar ingin tahu keadaannya atau apa saja yang dia
lakukan seharian ini dan tentu saja tak lupa melihat komentar-komentar dari
setiap status yang dia tulis di sana. Sebenarnya sampai sekarang aku masih
takut-takut untuk menjelajahi profil facebook Diraz, takut jika ketahuan oleh
orang lain. Maka dari itu aku hanya membuka profilnya jika sudah berada di
rumah Sekarang aku tidak lagi menjadi teman akrab juga teman di akun facebook Diraz
sejak kejadian dua minggu yang lalu. Diraz yang telah berhasil mencuri hatiku,
dia juga yang berhasil membuatku merasakan malu yang cukup besar pada kejadian
dua minggu yang lalu.
Aku termenung membaca
komentar dari statusnya 15 menit yang lalu.
‘Maafkan aku, aku lakukan ini demi kebaikanmu’
Komentar:
Clarabela Assyifa : ‘Dimaafkan yank, :D’
Diraz Pranata : ‘Hahaa Bela.’
Clarabela Assyifa: ‘Kenapa ketawa yank?’
Bela memanggil Diraz “yank”? Apa benar gosip yang kudengar beberapa hari yang lalu kalau Bela menyatakan cinta ke Diraz dan Diraz menerimanya.
‘Maafkan aku, aku lakukan ini demi kebaikanmu’
Komentar:
Clarabela Assyifa : ‘Dimaafkan yank, :D’
Diraz Pranata : ‘Hahaa Bela.’
Clarabela Assyifa: ‘Kenapa ketawa yank?’
Bela memanggil Diraz “yank”? Apa benar gosip yang kudengar beberapa hari yang lalu kalau Bela menyatakan cinta ke Diraz dan Diraz menerimanya.
Tapi kenapa masih
berstatus lajang, belum ada perubahan status hubungan di facebook Diraz jika
mereka telah resmi jadian. Setetes air bening keluar dari mataku. Tak sengaja
dan tak kuinginkan. Aku menghapus air bening itu dari pelupuk mataku dan
tersenyum. Mikha, kamu sudah terlanjur terdampar dan tenggelam di hatinya. Saat
ini hanya ada satu yang bisa dilakukan. Ikhlas. Dengan begitu kamu akan merasa
bahagia tanpa harus memiliki hati dan cintanya. Aku mengatakan kata-kata itu
dalam hati guna menghibur diriku sendiri. Di depan laptopku yang masih menyala,
aku melamun dan mengenang kembali kejadian dua minggu yang lalu. Kejadian yang
tak bisa kulupakan.
“Teman-teman, lihat nih.
Si Mikha lagi membuka profil facebook Diraz loh!” teriak Bela sambil merebut
laptopku.
Aku cemas dan berusaha merebut kembali laptop itu dari tangan Bela. Tapi, kerumunan teman-teman yang penasaran membuat aku kesulitan. Aku hanya terdiam. Tak berapa lama kemudian Diraz datang dan langsung diseret Bela untuk melihat laptopku.
“Mikha benar-benar menyukaimu Diraz. Coba cek saja di document, foto-fotomu yang di facebook hampir semuanya di-download. Dasar cewek tak tahu malu,” caci Bela sambil memandang sinis padaku yang hanya bisa tertunduk pasrah.
Aku cemas dan berusaha merebut kembali laptop itu dari tangan Bela. Tapi, kerumunan teman-teman yang penasaran membuat aku kesulitan. Aku hanya terdiam. Tak berapa lama kemudian Diraz datang dan langsung diseret Bela untuk melihat laptopku.
“Mikha benar-benar menyukaimu Diraz. Coba cek saja di document, foto-fotomu yang di facebook hampir semuanya di-download. Dasar cewek tak tahu malu,” caci Bela sambil memandang sinis padaku yang hanya bisa tertunduk pasrah.
Diraz melihat-lihat isi
document di laptopku, wajahnya berubah ketika menemukan foto-fotonya ada di
laptopku. Pandangannya beralih memperhatikan diriku yang berdiri kaku.
Tiba-tiba, gubraakk…!
Diraz memukul meja dengan keras hingga laptopku bergeser dan hampir terjatuh. “Hapus semua foto-fotoku! Jangan ganggu aku, aku tak sudi disukai oleh cewek sepertimu!” bentak Diraz emosi dan seketika melangkahkan kakinya menjauh. Bela tersenyum mengejek padaku kemudian menyusul Diraz yang sudah tak terlihat lagi.
Tiba-tiba, gubraakk…!
Diraz memukul meja dengan keras hingga laptopku bergeser dan hampir terjatuh. “Hapus semua foto-fotoku! Jangan ganggu aku, aku tak sudi disukai oleh cewek sepertimu!” bentak Diraz emosi dan seketika melangkahkan kakinya menjauh. Bela tersenyum mengejek padaku kemudian menyusul Diraz yang sudah tak terlihat lagi.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar