“Kau ini tuli atau bagaimana sih?! Aku menanyakan harga Koran ini berapa?!” Kata seorang pria paruh baya kepada Ricky. Ricky masih terdiam dan suara terbata-bata mencoba berbicara pada pria itu. Tapi pria itu langsung pergi tidak menghiraukan Ricky yang sedang mencoba menulis di buku, untuk menjelaskan kepada pria itu. Ketika Ricky hendak menunjukkan tulisan itu kepada pria paruh baya tadi, seorang gadis telah berdiri di hadapannya dan tersenyum manis pada Ricky. “Hai, Kita bertemu lagi.” Kata gadis itu sambil tersenyum. Senyumannya membuat Ricky terpaku. Ia tidak bisa berkata apa-apa ketika gadis yang ia sukai berada tepat di hadapannya lagi. Ricky hanya bisa membalas senyuman gadis itu.
“Aku ingin membeli
koranmu lagi, oh iya namaku Rika, siapa namamu?” Ricky menuliskan namanya di
buku dan memperlihatkannya pada Rika.
“Namamu Ricky ya? Wah nama kita hampir sama ya?” Kata Rika sambil tertawa. Tawanya yang ceria membuat Ricky kembali tersenyum.
“Bisakah kita berteman?” Tanyanya pada Ricky. Ricky hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya dengan senang. Akhirnya ada seseorang yang dengan tulus mau berteman dengannya. Walaupun kekurangan yang ia miliki Rika dengan senang hati bisa menerima Ricky apa adanya.
“Namamu Ricky ya? Wah nama kita hampir sama ya?” Kata Rika sambil tertawa. Tawanya yang ceria membuat Ricky kembali tersenyum.
“Bisakah kita berteman?” Tanyanya pada Ricky. Ricky hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya dengan senang. Akhirnya ada seseorang yang dengan tulus mau berteman dengannya. Walaupun kekurangan yang ia miliki Rika dengan senang hati bisa menerima Ricky apa adanya.
Mentari berada tepat di
atasnya ketika ia berdiri tepat di depan gerbang sebuah sekolah, sesekali ia
melihat ke dalam untuk memastikan bila seseorang yang ia tunggu datang
menghampirinya. Tangan kirinya terlihat merangkul beberapa koran, topi yang ia
pakai menambah kesan kalau ia ada seorang pedagang koran yang hendak berjualan
di sekolah itu. Padahal ia sedang menunggu seseorang yang sangat spesial di
hidupnya. “Kau sudah lama menungguku?” Tanya Rika pada Ricky yang sedari tadi
telah menunggunya. Ricky hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
Hari ini Rika berjanji
untuk membantu Ricky menjual koran-korannya. Hal inilah yang ingin sekali Rika
lakukan selama hidupnya, membantu seseorang yang memiliki kekurangan seperti
Ricky. Apalagi ia telah mampu merubah dirinya yang dulunya sangat cuek dengan
lingkungan sekitar menjadi seseorang yang lebih peduli, apalagi Ricky adalah
seseorang yang baik dan bekerja keras dengan kemampuan yang ia miliki. Tepat
ketika lampu lalu lintas menunjukkan warna merah Rika dan Ricky mulai
menjajakkan koran mereka. Walaupun hari itu matahari bersinar sangat teriknya,
tetapi mereka dengan semangat berjualan koran. Tidak peduli bagaimana
orang-orang akan membeli atau tidak koran yang mereka jual. Setidaknya Rika
tahu, seperti ini sulitnya ketika mencari uang.
Cahaya jingga yang
telah datang di langit biru dan mentari yang siap untuk kembali singgasana,
sepasang insan yang tampak lelah duduk di bangku taman yang tidak jauh dari
keramaian pusat kota. Rika telah berhasil membantu Ricky menjual korannya.
Koran mereka telah berhasil terjual habis. “Rasanya aku iri padamu bisa hidup
seperti ini dan tidak ada yang melarangmu. Terkadang aku sangat lelah hidup
tanpa ibu, dan Ayah jarang sekali pulang ke rumah. Beliau hanya sibuk dengan
pekerjaannya. Aku sangat merindukan Ibuku.” Kata Rika.
Suaranya hampir
menangis saat mengatakan itu. Tapi, jauh di dalam hati Ricky ia sangat ingin
menjadi seperti Rika. Yang kapan saja bisa tidur di kasur yang empuk, bisa
bersekolah dan bermain bersama teman-temannya. Ricky sangat ingin seperti dia,
yang kapan saja bisa berbicara dan dengan mudahnya bisa memprotes seseorang
bila orang itu salah. Tidak bagi Ricky. Kekurangannya selalu dipandang sebelah
mata terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya. Kesalahan yang bukan
disebabkan olehnya, selalu dialamatkan padanya. Cacian, makian sudah menjadi
makanan sehari-hari bagi Ricky. Ia hanya bisa menangis dalam diam, marah dalam
diam dan tertawa dalam diam. Baginya hidupnya adalah kesunyian yang akan terus
menyelimutinya sampai kapan pun.
Ricky menyentuh lembut
bibir Rika dan mencoba membentuk garis lengkung di bibirnya. Ia menyuruh Rika
untuk tersenyum, karena baginya senyumannya bisa membuat dunia ini bersinar
kembali. Rika dengan riangnya membalas senyuman Ricky tersebut. Dalam hati
Ricky, ia berharap waktu berhenti saat ini. Menikmati setiap senyumnya membuat
dunianya kembali utuh. Sesuatu yang selama ini hilang, telah ia temukan kembali
dalam Rika. Rika adalah permata yang telah hilang dalam dirinya. Dan kini ia
telah menemukannya kembali.
“Di sini rupanya Kau!”
Kata seorang laki-laki yang tiba-tiba datang menarik tangan Rika. Nyaris
terjatuh Rika berusaha menarik tangannya dari laki-laki itu.
“Kita sudah tidak ada hubangan lagi, buat apa kau mencariku? Dan berhentilah menarikku secara kasar seperti tadi!” Bentak Rika dengan marah.
“Ayahmu, menyuruhku membawamu pulang. Ia sangat khawatir denganmu dan tidak ada gunanya kau berteman dengan seseorang yang bisu seperti dia.”
“Ayah mengkhawatirkanku? Sejak kapan?! Bahkan ia tidak pernah bertanya siapa saja temanku, hanya kau adalah anak dari teman dari Ayahku, kau memperlakukanku sesuka hatimu seperti ini?!”
“Kita sudah tidak ada hubangan lagi, buat apa kau mencariku? Dan berhentilah menarikku secara kasar seperti tadi!” Bentak Rika dengan marah.
“Ayahmu, menyuruhku membawamu pulang. Ia sangat khawatir denganmu dan tidak ada gunanya kau berteman dengan seseorang yang bisu seperti dia.”
“Ayah mengkhawatirkanku? Sejak kapan?! Bahkan ia tidak pernah bertanya siapa saja temanku, hanya kau adalah anak dari teman dari Ayahku, kau memperlakukanku sesuka hatimu seperti ini?!”
“Pokoknya kau harus
ikut denganku!” Kata laki-laki itu dengan menarik paksa lengan Rika. Tangannya
kemudian terlepas dari laki-laki itu. Dengan tidak mempedulikan keadaan di
sekitarnya, Rika berlari menjauhinya. Ke mana pun ia tidak peduli, ia harus
pergi jauh dari tempat ini. dia harus terus berlari ke mana pun ia akan
berlari. Sampai akhirnya ia tidak mendengar sebuah klakson mobil yang berusaha
menghentikannya. Tapi, semua terlambat Rika sudah jatuh tersungkur dengan darah
mengalir dari tubuhnya.
Ricky yang dari tadi mengejar Rika melihat apa yang terjadi padanya. Tanpa berpikir panjang ia menghampirinya dan berusaha untuk membangunkannya. Tapi, suaranya tidak ke luar hanya air mata yang sekarang ke luar dari kedua matanya. Ricky menggendong Rika dan kembali berlari mencari Rumah Sakit terdekat. Sesampainya di sana dengan susah payah ia berusaha membujuk dokter untuk menyelamatkan Rika. “Ini tidak boleh terjadi lagi.” pikirnya. Kejadian yang hampir sama, ia tidak ingin kehilangan orang yang ia cintai untuk kedua kalinya. Kali ini ia akan melakukan apa pun untuk membuat Rika sadar dan tersenyum kembali. “Dia membutuhkan donor darah yang sama dengannya. Pasien ini telah banyak sekali kehilangan darahnya.” Kata dokter kepada Ricky.
Ricky menuliskan
sesuatu dalam buku yang biasa ia bawa dan memperlihatkan kepada dokter itu.
Dokter tampak terkejut, tapi ia kemudian mengangguk mengerti. Dan Ricky mulai
tersenyum. Cahaya itu perlahan mendekat dan mulai menyilaukan penglihatannya,
sedikit buram tapi Rika bisa melihat jelas Ricky berbaring di sampingnya dengan
wajah tersenyum. Kepalanya sedikit sakit ketika ia berusaha bangun dari tempat
tidur Rumah Sakit. Ada sebuah cacatan kecil yang berada tepat di samping Ricky.
Rika mengambilnya dan mulai membaca.
“Dokter ambil saja
semua darahku, aku ingin ia selamat aku ingin ia tersenyum kembali dan kembali
ceria seperti dulu. Aku tidak peduli jika nyawaku harus hilang karenanya, tapi
biarkan dia hidup dan ambil semua darahku untuknya.” Ia mulai menangis saat
membaca isi surat dan mengelus pipi Ricky yang kini terasa sangat dingin.
{Tamat !}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar